Sunday, June 19, 2011

ANALISIS PREDIKSI INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DENGAN METODE ARIMA (Studi pada IHSG Di Bursa Efek Jakarta)

ANALISIS PREDIKSI INDEKS HARGA SAHAM  GABUNGAN DENGAN METODE ARIMA
(Studi pada IHSG Di Bursa Efek Jakarta)
Miftahul futuh
Mahasiswa Semester VI Jurusan Ilmu Ekonomi Islam
S. 0812.125

Studi Ilmu Ekonomi Islam
STEI TAZKIA
2011
 
Abstraksi
Perkembangan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dari bulan kebulan dan tahun ketahun mengalami perkembangan berpola trend. Hali  ini menunjukkan bahwasannya pasar saham masih diminati para pelaku bisnis.
Penelitian mini skripsi mencoba untuk meramalkan IHSG dengan menggunakan metode  ARIMA dengan menggunakan data periode Januari 2001 sampai Mei 2011. Model terbaik yang diambil adalah ARIMA 2,1,3 dan berdasarkan hasil peramlannya diperoleh bahwa IHSG bulan Apri 2011 sebesar 4025.13. hal ini menunjukka bahwa model Arima cocok untuk melakukan peramlan IHSG jangka pendek.
Kata kunci : ARIMA, IHSG, Forcesting (Peramalan)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang Masalah
Peramalan adalah salah satu input penting bagi para manajer dalam proses pengambilan keputusan investasi. Dalam proses peramalan dapat disadari bahwa sering terjadi ketidak-akuratan hasil peramalan, tetapi mengapa peramalan masih perlu dilakukan? Jawabannya adalah bahwa semua organisasi beroperasi dalam suatu lingkungan yang mengandung unsur ketidakpastian, tetapi keputusan harus tetap diambil yang nantinya akan mempengaruhi masa depan organisasi tersebut. Suatu pendugaan secara ilmiah terhadap masa depan akan jauh lebih berarti ketimbang pendugaan hanya mengandalkan intuisi saja.
Dalam setiap transaksi perdagangan saham, investor/manajer investasi (MI) dihadapkan kepada pilihan untuk membeli atau menjual saham. Setiap kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi akan menimbulkan kerugian bagi investor itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis yang akurat dan dapat diandalkan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi.
Ada dua macam analisis yang dikenal dalam dunia investasi saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Perbedaan dari kedua analisis ini adalah jika analisis fundamental lebih menekankan pada pentingnya nilai wajar suatu saham dan membutuhkan banyak sekali data, berita, dan angkaangka sedangkan analisis teknikal hanya membutuhkan grafik harga dan volume masa lampau.
Seorang analis teknikal memiliki filosofi bahwa mereka dapat mengetahui pola-pola pergerakan harga saham berdasarkan observasi pergerakan harga saham di masa lalu. Analisis teknikal juga dapat dikatakan sebagai studi tentang perilaku pasar yang digambarkan melalui grafik untuk memprediksi kecenderungan harga di masa mendatang. Analisis teknikal banyak digunakan oleh kaum spekulan, yaitu para investor yang melakukan pembelian maupun penjualan sekuritas dalam jangka pendek untuk mencari keuntungan jangka pendek (Taswan & Soliha, 2002). Memang keuntungan yang ingin diraih adalah abnormal return (return yang besar/ tidak normal), namun resikonya pun sangat besar.
Dalam analisis teknikal, seorang spekulan bertindak pragmatis. Untuk melakukan investasi tidak perlu repot-repot dengan mengkaji berbagai faktor fundamental (seperti tingkat suku bunga, tingkat kepemilikan, rasio-rasio keuangan, neraca dan sebagainya) untuk memperoleh return yang akan diinginkan. Para spekulan lebih percaya pada pola pergerakan harga saham yang berfluktuasi (price movement). Pengguna analisis teknikal berkeyakinan bahwa segala sesuatunya seperti rasa optimis, pesimis, dan cemas telah terefleksi dalam harga. Kadang-kadang investor bertransaksi atas dasar keyakinannya (feeling) sehingga banyak pengguna jasa analisis teknikal bermain dengan pola cepat (hit and run). (Rifman, 2002).
Menurut Rode, Friedman, Parikh dan Kane (1995) teori dasar analisis teknikal adalah suatu teknik perdagangan yang menggunakan data periode waktu tertentu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi dengan baik. Jadi obyek dari analisis teknikal ini adalah memprediksi dari suatu data time series dengan metode peramalan dan perhitungan yang akurat.
Untuk memprediksi perkembangan harga saham dengan analisis teknikal digunakan 3 prinsip dasar (Husnan, 1998), yaitu :
1. Harga saham mencerminkan informasi yang relevan.
2. Informasi yang ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu
3. Perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu bersifat repetitif.
Ada beberapa jenis indikator analisis teknikal yang berasal dari data harga saham yang berurutan (time series), diantaranya adalah indikatormoving average, indikator filter, indikator momentum, analisis garis trend, teori siklus, indikator volume dan analisis gelombang (Lawrence, 1997). Indikator-indikator tersebut bisa berfungsi memberikan informasi untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang, membantu menentukan trend atau siklus dalam pasar modal, mengindikasikan kekuatan harga saham.
Analisis teknikal ini digunakan oleh sekitar 90% dari pialang saham (Van Eyden, 1996 dalam Lawrence, 1997). Penggunaan analisis ini sudah cukup meluas namun demikian analisis ini mempunyai kelemahan yaitu bersifat kritis atau mempunyai tingkat subyektifitas yang tinggi.
Menurut Lawrence (1997) analisis teknikal harga saham dengan metode moving average memiliki kelemahan sebagai berikut : ketelitian melihat grafik merupakan hal yang sangat penting untuk memanfaatkan sinyal beli dan sinyal jual, interpretasi dalam melihat pergerakan harga saham/grafik untuk setiap analis berbeda-beda, Kadang-kadang indikator moving average ini juga memberikan signal yang salah.
Menurut Rode (1995) belum ada satupun indikator yang dijadikan sebagai pedoman berinvestasi secara pasti, karena sejauh ini belum ada indikator yang benar-benar sempurna. Hal ini membuat para analis selalu mencari-cari indikator terbaru sebagai petunjuk dalam berinvestasi.
Salah satu indikator baru yang banyak digunakan untuk peramalan adalah Autoreggressive Integrated Moving Average (ARIMA). ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad, 1995). ARIMA ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA membutuhkan data yang relatif cukup besar, dari beberapa literatur menganjurkan minimal membutuhkan 72 data dari suatu series.
Sebenarnya ada beberapa metode prediksi lainnya yang bisa digunakan untuk memprediksi harga saham, antara lain adalah metode GARCH, VAR, dan CAPM. Metode GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) dan metode VAR (Vector Autoregressive) merupakan suatu metode yang memprediksi suatu variabel melalui variabel lain yang mempengaruhinya. Nachrowi dan Usman (2006) menjelaskan bahwa pada intinya pasar modal yang kuat dapat mempengaruhi pasar modal yang lemah. Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model) merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat pendapatan yang diharapkan dari suatu aset yang berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang.
Secara harfiah, model ARIMA merupakan gabungan antara model AR (Autoregressive) yaitu suatu model yang menjelaskan pergerakan suatu variabel melalui variabel itu sendiri di masa lalu dan model MA (Moving Average) yaitu model yang melihat pergerakan variabelnya melalui residualnya di masa lalu.
Dibandingkan dengan beberapa metode prediksi lainnya (GARCH, VAR, CAPM), metode ARIMA memiliki karakteristik yang paling sesuai dengan karakteristik data yang didapat dari pasar saham yaitu data time series. Berikut adalah penelitian yang telah dilakukan untuk memprediksi harga saham menggunakan metode ARIMA.
Dari penelitian diatas tentang prediksi harga saham menggunakan metode ARIMA dapat dilihat bahwa ada ketidakkonsistenan hasil penelitian yang menunjukkan keakuratan metode ARIMA hanya pada periode tertentu saja. Berangkat dari hal tersebut maka dalam penelitian ini akan mencoba membuktikan keakuratan metode ARIMA dalam memprediksi pergerakan harga IHSG dengan data bulanan Januari 2001 hingga Mei 2011 diharapkan hasil dari penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian periode sebelumnya.
Obyek penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) karena sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham yang tercatat di BEJ. Penelitian ini menggunakan data bulanan IHSG di BEJ selama sebelas tahun yaitu mulai Januari 2001 hingga Mei 2011. Dari latar belakang analisis teknikal dan karakteristik data yang dipilih (timeseries), maka metode ARIMA akan digunakan sebagai alat analisis untuk memprediksi pergerakan IHSG. Sehingga pada penelitian ini akan mengambil judul ”Analisis Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan dengan Metode ARIMA”.

1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di rumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Dalam penelitian ini akan mencoba membuktikan keakuratan metode ARIMA dalam memprediksi pergerakan IHSG pada periode tahun yang berbeda.
2.      Bagaimanakah keakuratan metode ARIMA untuk memprediksi IHSG periode bulanan mulai Januari 2001 hingga Mei 2011 (125 data peramalan) dan apakah nilai IHSG terdahulu berpengaruh dalam meramalkan IHSG sekarang dengan menggunakan metode ARIMA?

1.3.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah: adalah untuk membuktikan keakuratan metode ARIMA dalam prediksi IHSG, dengan demikian dapat diketahui apakah nilai IHSG terdahulu berpengaruh terhadap peramalan IHSG masa mendatang.
1.4.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
1.      Bagi investor
Sebagai tambahan informasi bagi investor untuk dapat melakukan analisis investasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2.      Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi refrensi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya dalam bidang yang berkaitan.

1.5.    Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
            Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab pertama ini akan menjadi pengantar bagi bab-bab selanjutnya.
BAB II : LANDASAN TEORI
            Bab ini berisikan tentang landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
            Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis dan data penelitian, definisi operasional variable penelitian, serta metode analisis.
BAB I V : HASIL DAN PEMBAHASA
            Bab ini berisi tentang hasil penghitungan penelitian yang telah dilakukan penulis berikut dengan analisanya.
BAB V : PENUTUP
            Dalam bab ini berisikan beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh penulis dan saran-saran dari penulis bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis teknikal
Analisis teknikal ini diperkenalkan untuk pertama kali oleh Charles H. Dow yaitu pada tahun 1884 bulan Juli, Dow menemukan ukuran perhitungan pasar saham miliknya. Oleh karena itu maka teori yang dikemukakan tersebut dinamakan Dow Theory (teori Dow) yang merupakan cikal bakal analisis teknikal sehingga teori Dow sering disebut sebagai kakek moyangnya analisis
teknikal. Disebutkan bahwa teori Dow ini bertujuan untuk mengindentifikasi harga pasar dalam jangka panjang dengan berdasarkan pada data-data historis harga pasar dimasa lalu (Tandelilin, 2001) teori ini pada dasarnya menjelaskan bahwa pergerakan harga saham bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1.      Primary Trend, yaitu pergerakan harga saham dalam jangka waktu
yang lama (tahunan)
2.      Secondary Trend, yaitu pergerakan harga saham yang terjadi selama
pergerakan harga dalam primary trend. Biasanya terjadi dalam
mingguan atau bulanan.
3.      Minor Trend, merupakan fluktuasi harga saham yang terjadi setiap
hari.
Menurut Rode, Friedman, Parikh dan Kane (1995) teori dasar analisis teknikal adalah suatu teknik perdagangan yang menggunakan data periode waktu tertentu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi dengan baik. Jadi obyek dari analisis teknikal adalah memprediksi dari suatu data time series dengan metode peramalan dan perhitungan yang akurat.
Menurut Lawrence (1997) latar belakang dalam analisis teknikal adalah pergerakan harga saham mengalami perubahan konstan tergantung sikap investor dalam merespon.
Dalam tulisan Tanadjaya (2003) menyebutkan adanya pendapatpendapat peneliti tentang analisis teknikal yaitu : Menurut Murphy (1986), analisis teknikal adalah suatu studi tentang pergerakan harga pasar dengan menggunakan grafik untuk meramalkan trend harga di masa yang akan datang, sedangkan menurut Rotella (1992), analisis teknikal adalah suatu studi tentang perilaku pasar di masa lalu untuk menentukan status atau kondisi pasar saat sekarang yang sedang terjadi. Menurut Sharpe, Alexander dan Bailey (1995), adalah merupakan studi mengenai informasi internal pasar saham itu sendiri.
Martin (1993), mendefinisikan perubahan arah tersebut sampai bobot pembuktian dari perubahan tersebut dianggap telah terbukti secara memuaskan bahwa arahnya telah berubah. Analisis teknikal ini ada beberapa asumsi yang mendasari (Taswan dan Soliha, 2002), yaitu :
1.      Harga yang terbentuk di pasar sudah mencerminkan semua informasi yang ada. Faktor tingkat bunga, konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, profitabilitas, RUPS, pertumbuhan dan sebagainya tidak perlu dianalisis secara kuantitatif. Itu sudah tercermin dalam pembentukan harga.
2.      Harga lebih merupakan fungsi permintaan dan penawaran saham.
3.      Harga yang terbentuk secara individual maupun keseluruhan di pasar cenderung bergerak mengikuti arah trend selama jangka waktu relatif panjang.
4.      Ada pola berulang kembali di masa mendatang
Seorang analis teknikal memiliki filosofi bahwa mereka dapat mengetahui pola-pola pergerakan harga saham berdasarkan observasi  pergerakan harga di masa lalu. Filosofi ini memang bertentangan dengan hipotesis pasar efisien yaitu kinerja saham di masa lalu tidak akan mempengaruhi kinerja saham di masa mendatang. Analisis teknikal ini digunakan oleh sekitar 90% dari pialang saham (Van Eyden, 1996 dalam Lawrence, 1997).
Keunggulan analisis teknikal ini adalah bahwa mampu memperoleh informasi lebih cepat, sehingga dengan kemampuan para analis dan daya insting yang tajam akan bisa secara langsung menterjemahkannya dalam tindakan menjual dan membeli saham guna memperoleh keuntungan saham (Taswan dan Soliha, 2002).
Ada beberapa jenis indikator analisis teknikal yang berasal dari data harga saham yang berurutan, diantaranya adalah indikator moving average, indikator filter, indikator momentum, analisis garis trend, teori siklus, indikator volume dan analisis gelombang (Lawrence, 1997). Indikatorindikator tersebut bisa berfungsi memberikan informasi untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang, membantu menentukan trend atau siklus dalam pasar modal, mengindikasikan kekuatan harga saham.

2.2 ARIMA (Autoregressive Integrated Moving average)
Metode Autoregressive Integrated Moving average (ARIMA) atau biasa disebut juga sebagai metode Box-Jenkins merupakan metode yang secara intensif dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), yang merupakan perkembangan baru dalam metode peramalan ekonomi, tidak bertujuan membentuk suatu model struktural (persamaan tunggal maupun persamaan simultan) yang berbasis dari teori ekonomi dan logika, namun dengan menganalisis probabilistik atau stokastik dari data time series dengan memegang filosofi “let the data speak for themselves”.
ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad, 1995). ARIMA ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat.
ARIMA telah digunakan secara luas seperti dalam peramalan ekonomi, analisis anggaran (budgetary), mengontrol proses dan kualitas (quality control & process controlling), dan analisis sensus (Antoniol, 2003).
Arsyad (1995) juga menyebutkan bahwa metodologi Box-Jenkins ini dapat digunakan :
1.      untuk meramal tingkat employment,
2.      menganalisis pengaruh promosi terhadap penjualan barang-barang konsumsi,
3.      menganalisis persaingan antara jalur kereta api dengan jalur pesawat terbang,
4.      mengestimasi perubahan struktur harga suatu industri.
Hasil para peneliti terdahulu mengenai ARIMA dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalanramalan
berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad, 1995). Variabel yang digunakan adalah nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya.
2.      ARIMA memiliki tingkat keakuratan peramalan yang cukup tinggi karena setelah mengalami tingkat pengukuran kesalahan peramalan MAE (mean absolute error) nilainya mendekati nol (Francis dan Hare, 1994).
3.      ARIMA mempunyai tingkat keakuratan peramalan sebesar 83.33% dibanding model logit 66.37% dan OLS 58.33% (Dunis, 2002).
Menurut Arsyad (1995) metode Box-Jenkins untuk data runtut waktu (time series) yang stasioner adalah ARIMA. ARIMA ini merupakan uji linear yang istimewa. Dalam membuat peramalan model ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat.
Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average.

2.2.1 Model Autoregressive
Jika series stasioner adalah fungsi linier dari nilai-nilai lampaunya yang berurutan atau nilai sekarang series merupakan rata-rata tertimbang nilai-nilai lampaunya bersama dengan kesalahan sekarang, maka persamaan itu dinamakan model autoregressive.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) :
Yt                    = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bn Yt-n + et ..................................... (1)
Dimana :
Yt                             = nilai series yang stasioner
Yt-1, Yt-2, Yt-n  = nilai lampau series yang bersangkutan ; variabel independen yang merupakan      nilai lag dari variabel dependen.
b0                              = konstanta
b1, b2, b n                 = koefisien model
et                               = residual; kesalahan peramalan dengan ciri seperti
             sebelumnya.
Banyaknya nilai lampau yang digunakan (p) pada model AR menunjukkan tingkat dari model ini. Jika hanya digunakan sebuah nilail lampau, dinamakan model autoregressive tingkat satu dan dilambangkan dengan AR (1). Agar model ini stasioner, jumlah koefisien model autoregressive harus selalu kurang dari 1. Ini merupakan syarat perlu, bukan cukup, sebab masih diperlukan syarat lain untuk menjamin stationarity.

2.2.2 Model Moving Average
Jika series yang stasioner merupakan fungsi linier dari kesalahan peramalan sekarang dan masa lalu yang berurutan, persamaan itu dinamakan moving average model. Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000):
Yt           = a0 – a1 et-1 – a2 et-2 - ....- an et-n + et …………………....…...... (2)
Dimana :
Yt           = nilai series yang stasioner et-1, et-2, et-n = variabel bebas yang merupakan lag dari residual
a0             = konstanta
a1, a2, an  = koefisien model
et              = residual
Terlihat bahwa Yt merupakan rata-rata tertimbang kesalahan sebanyak n periode ke belakang. Banyaknya kesalahan yang digunakan pada persamaan ini (q) menandai tingkat dari model moving average. Jika pada model itu digunakan dua kesalahan masa lalu, maka dinamakan model average tingkat 2 dan dilambangkan sebagai MA (2). Hampir setiap model exponential smoothing pada prinsipnya ekuivalen dengan suatu model ini.
Model MA meramalkan nilai Yt berdasarkan kombinasi kesalahan linier masa lampau (lag), sedangkan model AR menunjukkan Yt sebagai fungsi linier dari sejumlah nilai Yt aktual sebelumnya.

2.2.3 Model Autregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model time series yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa data time series tersebut stasioner, artinya rata-rata varian (σ2) suatu data time series konstan. Tapi seperti kita ketahui bahwa banyak data time series dalam ilmu ekonomi adalah tidak stasioner, melainkan integrated. Jika data time series integrated dengan ordo 1 disebut I (1) artinya differencing pertama. Jika series itu melalui proses differencing sebanyak d kali dapat djadikan stasioner, maka series itu dikatakan nonstasioner homogen tingkat d.
Seringkali proses random stasioner tak dapat dengan baik dijelaskan oleh model moving average saja atau autoregressive saja, karena proses itu mengandung keduanya. Karena itu, gabungan kedua model, yang dinamakan Autregressive Integrated Moving Average (ARIMA) model dapat lebih efektif menjelaskan proses itu. Pada model gabungan ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya serta nilai sekarang dan kesalahan lampaunya.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) :
Yt = b0 + b1 Yt-1 + … + bn Yt-n – a1 et-1 - … - an et-n + et ................. (3)
Dimana:
Yt                    = nilai series yang stasioner
Yt-1, Yt-2       = nilai lampau series yang bersangkutan
et-1, et-2         = variabel bebas yang merupakan lag dari residual
et                     = residual
b0                    = konstanta
b1, bn, a1, an   = koefisien model
Syarat perlu agar proses ini stasioner b1 + b2 +…+ bn < 1.
Proses ini dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q).
Dimana :
     q     menunjukkan ordo/ derajat autoregressive (AR)
     d     adalah tingkat proses differencing
     p     menunjukkan ordo/ derajat moving average (MA)
Simbol model-model sebelum ini dapat saja dinyatakan seperti berikut :
AR      (1) sama maksudnya dengan ARIMA (1,0,0),
MA      (2) sama maksudnya dengan ARIMA (0,0,2), dan
ARMA (1,2) sama maksudnya dengan ARIMA (1,0,2).
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya mengandung proses autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses Integrated autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0). sementara yang hanya mengandung proses moving average, seriesnya dikatakan mengikuti proses Integrated moving average dan dituliskan ARIMA (0,d,q).

2.3 Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Dengan metode ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut ini:
Bagaimana suatu data time series diselesaikan yaitu apakah dengan proses AR murni/ ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/ ARIMA (p,0,q) atau proses ARIMA (p,d,q).
Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah :
1.      spesifikasi atau identifikasi model,
2.      pendugaan parameter model,
3.      diagnostic checking, dan
4.      peramalan.

2.3.1 Model Umum dan uji Stasioner.
Data runtut waktu yang stasioner adalah data runtut waktu yang nilai rata-ratanya tidak berubah. Apabila data yang menjadi input dari model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing), yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing (Mulyono, 2000). Karena series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error.
Untuk keperluan pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan
beberapa metode seperti : (Firmansyah, 2000)
1.      Autocorrelation function (correlogram)
2.      Uji akar-akar unit
3.      Derajat integrasi
Suatu series dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autocorrelation untuk semua lag secara statistik tidak berbeda dari nol hanya untuk beberapa lag yang di depan. Kata “secara statistik” menunjukkan bahwa kita sedang berhubungan dengan koefisien suatu koefisien dikatakan tidak berbeda dari nol jika ia berada dalam interval 0 ± Z α /2 (1/ √n)
Dimana :
Z α /2    = nilai variabel normal standar dengan tingkat keyakinan 1-α
n           = banyaknya observasi, pada model ini biasanya digunakan n besar,
   paling tidak 72.

2.3.2 Identifikasi Model
Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya menetapkan berapa p, d, dan q. jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :
Autocorrelation
Partial autocorrelation
ARIMA tentatif
Menuju nol setelah lag q
Menurun secara bertahap/
bergelombang
ARIMA (0,d,q)
Menurun secara
bertahap/bergelombang
Menuju nol setelah lag q
ARIMA (p,d,0)
Menurun secara bertahap/
bergelombang sampai lag q
masih berbeda dari nol)
Menurun secara bertahap/
bergelombang (sampai lag p
masih berbeda dari nol)
ARIMA (p,d,q)
 
Sumber : Mulyono (2000)
Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi sampling. Jika sudah terbiasa atau berpengalaman pemilihan p dan q diharapkan dekat dengan yang benar. Perhatikan bahwa kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan dimengerti setelah tahap diagnostic checking.
Pada umumnya, analis harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA (Arsyad, 1995).
2.3.3 Pendugaan Parameter Model
Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menduga parameternya. Pendugaan parameter model ARIMA menjadi sulit karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidaklinieran parameter. Jadi disini tak lagi digunakan Ordinary Least Squares (OLS), sebagai gantinya digunakan metode penduga nonlinier. Seperti halnya dalam model regresi, kriteria pendugaan adalah sum squared error minimum. Perhatikan bahwa model autoregressive murni dapat diduga dengan OLS.
Proses pendugaan diawali dengan menetapkan nilai awal parameter (koefisien model) dilanjutkan dengan proses iterasi menuju parameter yang menghasilkan sum squared error terkecil. Pemilihan nilai awal parameter berpengaruh terhadap banyaknya iterasi. Jika pilihan awal (dekat dengan parameter yang sebenarnya), konvergensi akan tercapai lebih cepat. Sebaliknya dugaan yang sial memungkinkan proses iterasi tidak konvergen.
2.3.4 Diagnostic Checking
Setelah penduga parameter diperoleh, agar model siap dimanfaatkan untuk peramalan, perlu dilewati tahap diagnostic checking, yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p, d, dan q yang benar. Ada beberapa cara, yang sebaiknya digunakan bersama, untuk memeriksa model.
Pertama, menurut Mulyono (2000) jika model dispesifikasi dengan benar, kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar-error tidak berhubungan, sehingga fungsi autocorrelation dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama.
Kedua, dengan menggunakan modified Box-Pierce (Ljung-Box) Q statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol.
Ketiga, dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang dilekati koefisien itu seharusnya dilepas dan spesifikasi model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam diagnostic checking, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimony).



2.3.5 Peramalan
Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk peramalan. Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk peramalan. Perhatikan untuk series homogen nonstasioner, karena yang diperlukan adalah ramalan series asli, maka bentuk selisih harus dikembalikan pada bentuk variabel asli yaitu dengan melakukan proses integral. Teknik peramalan ini juga dapat memberikan interval keyakinan. Jika makin jauh ke depan, interval keyakinan umumnya makin lebar, namun tidak demikian untuk interval keyakinan moving average model murni.
Berdasar cirinya, model time series seperti ini lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan sangat pendek, sementara model struktural lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan panjang. Akhirnya perlu diingatkan bahwa peramalan merupakan never ending prosess, maksudnya jika data terbaru muncul, model perlu diduga dan diperiksa kembali (Mulyono, 2000).

2.4. Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut (Hamid, 1995).
Investasi merupakan suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, deviden, royalti, uang sewa) untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi, seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi (SAK, 1999).
Menurut Tandelilin (2001) berinvestasi apabila dikaitkan dengan konsep pasar modal yang efisien dikelompokkan menjadi dua, yaitu strategi investasi pasif dan strategi investasi pasif. Strategi mana yang akan dipilih, disamping sejauh mana pemodal percaya akan konsep pasar modal yang efisien, juga dipengaruhi oleh pengalaman pemodal, waktu investasi, dan sifat pemodal.
2.5. Penelitian Terdahulu
Telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti baik didalam dan diluar negeri yang pada umumnya menggunakan analisis teknikal untuk melakukan peramalan.
Achmad Yani (2004) melakukan peramalan pergerakan IHSG di BEJ dengan metode Box-Jenkins (ARIMA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Box-Jenkins ini cocok untuk peramalan jangka pendek. Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2007) melakukan prediksi gerakan IHSG di BEJ dengan beberapa pendekatan dan kemudian membandingkan
daya prediksinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ARIMA mempunyai kesalahan lebih kecil dalam memprediksi gerakan IHSG dibandingkan metode GARCH.

2.6. Kerangka Pikir Teoritis
ARIMA adalah teknik peramalan yang sama sekali mengabaikan variabel independen karena menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek.
2.7. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : H : Dengan melakukan analisis prediksi harga saham dengan metode ARIMA diduga ada nilai harga saham terdahulu tertentu yang berpengaruh signifikan positif dalam meramal IHSG periode harian mendatang di BEJ.

2.8. Definisi Operasional Variabel
Yt-1 = Harga saham 1 hari sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)
Yt-2 = Harga saham 2 hari sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)
Yt-n = Harga saham n hari sebelum t (dijadikan sebagai variabel independen)
Yt    =  Harga saham yang akan diramal pada waktu ke-t (dijadikan sebagai
             variabel dependen)







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan untuk penulisan ini adalah data kuantitatif sementara berdasarkan cara memperolehnya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IHSG penutupan bulanan dari periode Januari 2001 hingga Mei 2011. Data ini diperoleh dari JSX Mounthly Statistics.
3.2 Populasi dan sampel
Populasi yang menjadi obyek penelitian adalah semua data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang resmi semenjak diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983 di Bursa Efek Jakarta (BEJ) hingga saat ini.
Sedangkan dalam sampel dari penelitian ini akan menggunakan data IHSG mulai periode Januari 2001 hingga Mei 2011 (jumlah 125 pengamatan). Pemilihan sampel pada periode ini berdasarkan pada data yang dirilis terakhir pada saat penelitian ini dilakukan.

3.3 Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dimulai dengan tahap penelitian pendahuluan yaitu melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku dan bacaanbacaan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan pengkajian data yang dibutuhkan, yaitu mengenai jenis data yang dibutuhkan, ketersediaan data, dan gambaran cara pengolahan data.
Tahapan selanjutnya adalah penelitian pokok yang digunakan untuk mengumpulkan keseluruhan data yang dibutuhkan guna menjawab persoalan penelitian dan memperkaya literatur untuk menunjang data kuantitatif yang diperoleh.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA. Sebelum dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ARIMA, terlebih dahulu dilakukan serangkaian uji-uji seperti kestasioneran data, proses pembedaan dan pengujian correlogram untuk menentukan koefisien autoregresi.
Untuk menjawab permasalahan yang ada dan menguji hipotesis digunakan teknik analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah Pertama: Pemeriksaaan Kestasioneran Data
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa data yang dianalisis dalam ARIMA adalah data yang bersifat stasioner. Hal ini dapat dilihat dari grafik data jika data tersebut stasioner nilai rata-rata dan variansinya relatif konstan dari periode ke periode (Aritonang, 2002)
Pengujian kestasioneran dapat dilakukan dengan membuat correlogram fungsi autokorelasi (analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial) dan uji akar-akar unit (Dickey-Fuller) dengan program komputer Eviews.
Apabila koefisien autokorelasinya berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan memberntuk daris lurus. Sedangkan semua koefisien autokorelasi parsial mendekati nol setelah lag pertama. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa data bersifat tidak stasioner.
Suatu series dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autokorelasi untuk semua lag secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol untuk beberapa lag yang didepan. Menurut Quenouille (1949 dalam Aritonang, 2002) suatu koefisien autokorelasi yang dikatakan tidak signifikan atau tidak berbeda dari nol jika ia berada dalam interval confidence limit 0 ± Z / √n. Dengan menggunakan α (taraf signifikansi) = 5% dan jumlah data pengamatan setelah differencing (n = 238) maka batas intervalnya adalah 0 ± 1,96 (√238) atau 0 ± 0,127. Stasioneritas dapat diperiksa dengan menemukan apakah data time series mengandung akar unit.
Langkah Kedua: Proses Differencing (pembedaan)
Proses ini dilakukan apabila data tidak stasioner yaitu dengan data asli (Yt) diganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut atau dirumuskan sebagai berikut : d(1) = Yt – Yt-1 (Aritonang, 2002).
Data dari proses pembedaan tersebut digunakan kembali untuk membuat fungsi autokorelasi (correlogram) dan uji akar-akar unit (Dickey-Fuller) dengan program komputer E-Views 6.
Langkah Ketiga: Penentuan nilai p, d, dan q dalam ARIMA
Proses Autoreggressive Integrated Moving Average yang dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q)
dimana :          p menunjukkan ordo/ derajat autoregressive (AR)
d adalah tingkat proses differencing
q menunjukkan ordo/ derajat moving average (MA)
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya mengandung proses autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses Integrated autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0). sementara yang hanya mengandung proses moving average, seriesnya dikatakan mengikuti proses Integrated moving average dan dituliskan ARIM (0,d,q).
Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya menetapkan berapa p, d, dan q. jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan seperti yang tertera pada Tabel 2.1.
Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi sampling. Kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan dimengerti setelah tahap diagnostic checking.
Langkah Keempat: Estimasi Parameter Model ARIMA
Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menduga parameternya sebagai berikut:
1.      Apabila model tentatifnya AR (autoregressive murni), maka parameternya diestimasi dengan analisis regresi dengan pendekatan kuadrat terkecil linear.
2.      Apabila modelnya mencakup MA walaupun modelnya ditulis dalam bentuk linear, tetapi cara menghitungnya menggunakan model nonlinear. Biasanya dilakukan melalui 2 tahap yaitu tahap estimasi awal dan estimasi lanjutan, hingga dihasilkan estimasi akhir atas parameter.
Langkah Kelima: Peramalan
Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk peramalan. Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk peramalan. Perhatikan untuk series homogen nonstasioner, karena yang diperlukan adalah ramalan series asli, maka bentuk selisih harus dikembalikan pada bentuk variabel asli yaitu dengan melakukan proses integral. Teknik peramalan ini juga dapat memberikan interval keyakinan. Jika makin jauh ke depan, interval keyakinan umumnya makin lebar, namun tidak demikian untuk interval keyakinan moving average model murni.

Uji Hipotesa
Pendekatan autokorelasi
Jika data diukur dalam suatu periode waktu tertentu yang berurutan, seringkali terjadi korelasi antara nilai data pada suatu waktu tertentu dengan nilai data tersebut pada satu periode waktu sebelumnya (lag) atau lebih. Korelasi ini dapat dihitung dengan menggunakan koefisien autokorelasi. 
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1  Statistika Deskriptif
Pada bagian ini akan diulas mengenai statistika deskriptif dari variabel yang digunakan yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama periode mulai Januari 2001 hingga Mei 2011. Pada tabel 4.1 berikut ini dapat dilihat hasil statistika deskriptif IHSG selama periode pengamatan. Tabel 4.1 Statistika Deskriptif IHSG Periode Januari 2001 hingga Mei 2011
 
Tabel 4.1
Statistika Deskriptif IHSG
Periode Periode Januari 2001 hingga Mei 2011
Yt
N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Deviasi
Valid N (Listwise
125
358.230
3819.620
1501.704
996.1954
Sumber : JSX Daily, diolah
Selama periode tahun 2011 data IHSG memiliki standar deviasi sebesar 996.1954 dan mean sebesar 1501.704 sehingga nilai indeks ini memiliki variasi dari nilai rata-ratanya yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan data tersebut tidak stasioner karena nilai rata-rata dan variannya cenderung berubah-ubah.
4.2 Uji Stasionaritas
Analisis Time Series dengan Metode Box Jenkies (ARIMA)
1.      Plot Data ( melihat stationeritas data)

Berdasarkan plot di atas data terlihat tidak stationer, maka tahap selanjutnya adalah pengujian stasioner dengan menggunakan uji ADF Test.
1.      Uji Stationeritas ADF Test
Hipotesis:
H0: Data IHSG tidak stasioner
H1: Data IHSG Stasioner
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root

Exogenous: Constant


Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)













t-Statistic
  Prob.*










Augmented Dickey-Fuller test statistic
-8.984436
 0.0000
Test critical values:
1% level

-3.484198


5% level

-2.885051


10% level

-2.579386











*MacKinnon (1996) one-sided p-values.






P-value (0.000) < alpha (1%. 5%, 10%) maka tolak H0 artinya data IHSG sudah stasioner pada fist difference.
4.3 Penentuan Nilai p,d dan q dalam ARIMA
1.      Penentuan nilai d (differencing) telah dilakukan pada bagian sebelumnya, yaitu nilai d sebesar 1. hal ini disebabkan bahwa data awal yang sebelumnya tidak stasioner dapat ditransformasi menjadi stasioner dengan menggunakan proses pembedaan sebesar 1.
Berdasarkan Plot Correlogram diperoleh hasil sebagai berikut:
Date: 06/20/11   Time: 20:54



Sample: 2001M01 2011M05





Included observations: 124


















Autocorrelation
Partial Correlation

AC 
 PAC
 Q-Stat
 Prob














       .|*     |
       .|*     |
1
0.200
0.200
5.0737
0.024
       .|.     |
       .|.     |
2
0.064
0.025
5.6006
0.061
       .|*     |
       .|*     |
3
0.198
0.188
10.662
0.014
       .|.     |
       *|.     |
4
-0.006
-0.087
10.666
0.031
       .|.     |
       .|.     |
5
0.008
0.018
10.675
0.058
       .|.     |
       .|.     |
6
0.062
0.024
11.182
0.083
       .|.     |
       .|*     |
7
0.071
0.078
11.850
0.106
       .|.     |
       .|.     |
8
-0.022
-0.063
11.918
0.155
       *|.     |
       *|.     |
9
-0.103
-0.114
13.363
0.147
       *|.     |
       *|.     |
10
-0.131
-0.124
15.730
0.108
       *|.     |
       .|.     |
11
-0.119
-0.051
17.688
0.089
       .|.     |
       .|.     |
12
-0.050
0.025
18.038
0.115
       *|.     |
       .|.     |
13
-0.079
-0.044
18.906
0.126
       .|.     |
       .|.     |
14
0.025
0.074
18.995
0.165
       .|.     |
       .|.     |
15
-0.021
-0.034
19.060
0.211
       *|.     |
       .|.     |
16
-0.113
-0.063
20.914
0.182
       .|.     |
       .|.     |
17
-0.045
-0.021
21.214
0.217
       *|.     |
       *|.     |
18
-0.110
-0.095
22.994
0.191
       .|.     |
       .|*     |
19
0.030
0.092
23.128
0.232
       .|.     |
       *|.     |
20
-0.021
-0.076
23.196
0.279
       .|.     |
       .|.     |
21
0.003
0.032
23.197
0.334
       .|.     |
       .|.     |
22
-0.000
-0.059
23.197
0.391
       *|.     |
       *|.     |
23
-0.149
-0.121
26.622
0.272
       *|.     |
       *|.     |
24
-0.132
-0.098
29.335
0.208
       .|.     |
       .|.     |
25
-0.063
-0.018
29.961
0.226
       .|.     |
       .|.     |
26
-0.026
0.008
30.066
0.265
       .|.     |
       .|.     |
27
0.026
0.041
30.178
0.306
       .|*     |
       .|*     |
28
0.095
0.083
31.652
0.289
       .|.     |
       .|.     |
29
0.011
-0.038
31.674
0.334
       *|.     |
       *|.     |
30
-0.173
-0.178
36.673
0.187
       .|.     |
       .|.     |
31
0.007
0.032
36.680
0.222
       .|.     |
       .|.     |
32
0.021
0.014
36.757
0.258
       .|.     |
       .|.     |
33
0.047
0.063
37.136
0.284
       .|.     |
       *|.     |
34
0.056
-0.076
37.673
0.305
       .|.     |
       .|.     |
35
0.040
-0.003
37.948
0.336
       .|*     |
       .|*     |
36
0.115
0.083
40.315
0.285














Dari pengujian correlogram pada 1st difference diatas kita lihat bahwa koefisien autokolerasi setelah time lag 3 menuju nol sehingga data IHSG dapat dimodelkan dengan ARIMA.
4.4 Menentukan ordo maksimum
Kita dapatkan bahwa ordo maksimal untuk AR(p) adalah 3 dan ordo maksimal untuk MA(q) adalah 3. Maka model-model yang akan diestimasi dalam model ARIMA ini adalah:
ARIMA :        (1,1,1)                          (1,1,3)
                        (1,1,2)                          (2,1,3)
                        (2,1,1)                          (3,1,3)
                        (2,1,2) 

 
4.5. Diagnostik Model
Berdasarkan hasil pemeriksaan model-model ARIMA dapat disimpulkan sebagai berikut:
Model ARIMA
Variabel
Coefisient
Prob
AIC
SC
(1,1,1)
C
-27.31361
0.0246
12.41831
12.48690

AR(1)
-0.614521
0.0004



MA(1)
0.808295
0.0000








(1,1,2)
C
-27.25852
0.0343
12.42900
12.52045

AR(1)
-0.705850
0.0055



MA(1)
0.937452
0.0007



MA(2)
0.086954
0.5256








(2,1,1)
C
-24.51525
0.1248
12.44909
12.54103

AR(1)
0.622792
0.2892



AR(2)
-0.010535
0.9496



MA(1)
-0.444968
0.4472








(2,1,2)
C
-26.11411
0.0356
12.36127
12.47619

AR(1)
0.841636
0.0000



AR(2)
-0.782797
0.0000



MA(1)
-0.861810
0.0000



MA(2)
0.975174
0.0000








(1,1,3)
C
-27.42905
0.0846
12.41196
12.52627

AR(1)
-0.241475
0.3790



MA(1)
0.461025
0.0834



MA(2)
0.120393
0.2791



MA(3)
0.271810
0.0030








(2,1,3)
C
-24.86580
0.0881
12.33537
12.49711

AR(1)
0.745332
0.0000



AR(2)
-0.751297
0.0000



MA(1)
-0.589072
0.0000



MA(2)
0.758012
0.0000



MA(3)
0.252708
0.0159








(3,1,3)
C
-25.71875
0.0599
12.33537
12.49711

AR(1)
0.200242
0.2367



AR(2)
-0.239034
0.1208



AR(3)
-0.486740
0.0015



MA(1)
-0.042068
0.7347



MA(2)
0.258057
0.0189



MA(3)
0.807249
0.0000








dari hasil pemilihan model terbaik diperoleh ARIMA 2,1,3
4.6   Peramalan

Date
IHSG
2/1/2001
425.61
1/2/2001
428.35
1/3/2001
381.05
2/4/2001
358.23
1/5/2001
405.86
1/6/2001
437.62
2/7/2001
470.23
1/8/2001
443.19
4/9/2001
392.48
1/10/2001
383.73
1/11/2001
380.31
3/12/2001
392.04
2/1/2002
451.64
1/2/2002
453.25
1/3/2002
481.77
1/4/2002
534.06
1/5/2002
530.79
3/6/2002
505.01
1/7/2002
463.67
1/8/2002
443.67
2/9/2002
419.31
1/10/2002
369.04
1/11/2002
390.42
2/12/2002
424.95
2/1/2003
388.44
3/2/2003
399.22
4/3/2003
398
1/4/2003
450.86
1/5/2003
494.78
2/6/2003
505.5
1/7/2003
507.98
1/8/2003
529.67
1/9/2003
597.65
1/10/2003
625.55
3/11/2003
617.08
1/12/2003
691.9
2/1/2004
752.93
3/2/2004
761.08
1/3/2004
735.68
1/4/2004
783.41
4/5/2004
732.52
1/6/2004
732.4
1/7/2004
756.98
2/8/2004
754.7
1/9/2004
820.13
1/10/2004
860.49
1/11/2004
977.77
1/12/2004
1000.23
3/1/2005
1045.44
1/2/2005
1073.83
1/3/2005
1080.17
1/4/2005
1029.61
2/5/2005
1088.17
1/6/2005
1122.38
1/7/2005
1182.3
1/8/2005
1050.09
1/9/2005
1079.28
3/10/2005
1066.22
1/11/2005
1096.64
1/12/2005
1162.64
2/1/2006
1232.32
1/2/2006
1230.66
1/3/2006
1322.97
3/4/2006
1464.41
1/5/2006
1330
1/6/2006
1310.26
3/7/2006
1351.65
1/8/2006
1431.26
1/9/2006
1534.61
2/10/2006
1582.63
1/11/2006
1718.96
1/12/2006
1805.52
2/1/2007
1757.26
1/2/2007
1740.97
1/3/2007
1830.92
2/4/2007
1999.17
1/5/2007
2084.32
4/6/2007
2139.28
2/7/2007
2348.67
1/8/2007
2194.34
3/9/2007
2359.21
1/10/2007
2643.49
1/11/2007
2688.33
3/12/2007
2745.83
2/1/2008
2627.25
1/2/2008
2721.94
3/3/2008
2447.3
1/4/2008
2304.52
2/5/2008
2444.35
2/6/2008
2349.1
1/7/2008
2304.51
1/8/2008
2165.94
1/9/2008
1832.51
6/10/2008
1256.7
3/11/2008
1241.54
1/12/2008
1355.41
5/1/2009
1332.67
2/2/2009
1285.48
2/3/2009
1434.07
1/4/2009
1722.77
1/5/2009
1916.83
1/6/2009
2026.78
1/7/2009
2323.24
3/8/2009
2341.54
1/9/2009
2467.59
1/10/2009
2367.7
1/12/2009
2415.84
2/11/2009
2534.36
1/2/2010
2610.8
1/3/2010
2549.03
1/4/2010
2777.3
1/6/2010
2971.25
1/7/2010
2796.96
1/9/2010
2913.68
1/10/2010
3069.28
1/11/2010
3081.88
1/12/2010
3501.3
2/8/2010
3635.32
3/5/2010
3531.21
4/1/2010
3703.51
3/1/2011
3409.17
1/2/2011
3470.35
1/3/2011
3678.67
1/4/2011
3819.62
2/5/2011
3808.71
        1/6/2011     4025.13
Dari hasil peramalan model ARIMA 2.1.3 diperoleh bahwasannya permalan untuk perkembangan IHDG bulan bulan Juni 2011 adalah 4025.13.

BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1 Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari penelitian :
1.      Penelitian ini menemukan bahwa data IHSG periode Januari 2001 hingga Mei 2011 adalah runtut waktu (time series) yang bersifat tidak stasioner. Hal ini menyebabkan analisis ARIMA tidak dapat langsung dilakukan, Karena ARIMA mensyaratkan data yang digunakan harus bersifat stasioner. Agar kondisi data yang digunakan dapat lebih baik dan bersifat stasioner maka dilakukan transformasi data dengan menggunakan proses pembedaan (differencing). Hasil transformasi tersebut menunjukkan bahwa setelah ditransformasi data bersifat stasioner dan dapat digunakan untuk analisis ARIMA.
2.      Dari hasil uji diagnostic didapat model yang paling fit adalah ARIMA (2,1,3) yang kemudian digunakan untuk melakukan peramalan.
5.2 Implikasi
5.2.1 Implikasi Teoritis
Berdasarkan hasil peramlan tingkat IHSG dengan menggunakan model ARIMA terbaik = ARIMA (2.1.3) Merujuiperoleh hasil IHSG bulan Juni 2011 sbesar 4025.13. hal ini menunjukkan bahwa model ARIMA itu cocok untuk melakukan peramalan IHSG jangka pendek.
5.2.2 Implikasi Kebijakan
1.      Bagi pihak investor
Investor jangka pendek dapat menggunakan ARIMA sebagai alat prediksi atau melakukan kombinasi dari alat peramalan yang sebelumnya, dalam melakukan investasi IHSG di BEJ. Analisis teknikal tersebut dapat dilakukan dengan hanya menggunakan data IHSG masa lalu yaitu Yt-11. Dengan model peramalan ARIMA(2,1,3) sebagai berikut : Yt = b0 + b11 Yt-11 – a11 et-11 + et Namun karena dilakukan proses integral kebalikan dari differencing (agar data kembali ke bentuk asli) persamaannya menjadi sebagai berikut : Yt = b0 + (1 + b11) Yt-11 – b11 Yt-12 – a11 et-11 + a11 et-12 + et Lebih lanjut investor dapat menggunakan metode ARIMA untuk meramal IHSG karena relevan untuk diterapkan di BEJ, disamping metode-metode yang telah ada sebelumnya.


2.      Bagi pihak otoritas bursa
Pada penutupan perdagangan akhir tahun 2010, IHSG mencapai poin tertinggi di posisi 3808.71 poin dan selama periode tahun 2011 IHSG menunjukkan adanya tren naik. Bagi pihak otoritas bursa kenaikan ini perlu diimbangi dengan kewaspadaan berupa peningkatan kinerja regulator dan memprioritaskan pada penegakan hukum untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan pasar. Serta perlu meningkatkan kualitas untuk melakukan pengawasan kepada emiten.
3.      Bagi pihak perusahaan
Bagi pihak perusahaan yang terkait dengan IHSG dikarenakan adanya pola tren naik maka sebaiknya tetap mempertahankan kinerja perusahaan dan tetap dalam kondisi fundamental yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Lerbin R., 2002, Peramalan Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta
Arsyad, Lincolin, 1995, Peramalan Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta
Christian L., Dunis and J. Alexandros Triantafyllidis, 2002, ”Alternate Forecasting Techniques for Predicting Company Insolvencies: The UK Example (1980-2001)”, CIBEF-Centre for International Banking Economics dan Finance, Januari
Firmansyah, 2000, “Peramalan Inflasi dengan Metode Box-Jenkins (ARIMA)”, Media Ekonomi & Bisnis, Vol.XII No.2 Desember 2000
Husnan, Suad, 1998, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi ketiga UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Lawrence, Ramon, 1997, “Using Neural Networks to Forecast Stock Market Prices”, Department of Computer Science, University of Manitoba, 12 December
Martin, Gruber J., Elton J., and Cristopher, Blake R., 1995, “Fundamental Economics Variables, Expected Return, and Bond Fund Performance”, The Journal of Finance, Vol.I No.4 September : 1229-1256
Mulyono, Sri, 2000, “Peramalan Harga Saham dan Nilai Tukar : Teknik Box- Jenkins”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XLVIII No.2
Rifman, Haslienda, (Analis Teknikal Bahana Securities), 2003, “IHSG sudah OverBought?”, Kompas, selasa 29 april
Rode, David and Parikh, Satu and Friedman, Yolanda and Kane, Jeremiah, 1995, “An Evolutionary Approach to Technical Trading and Capital Market Efficiency”, The Wharton School University of Pennsylvania, 1 mei
Tandelilin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, edisi
pertama, BPFE Yogyakarta
Taswan dan Euis Soliha, 2002, “Perspektif Analisis Pelaku Investasi dan Spekulasi di Pasar Modal”, Fokus Ekonomi, Vol.1 No.2 Agustusnhal.157-166



 
















No comments:

Post a Comment